Rabu, 03 Desember 2008

SERTIFIKASI GURU

Oleh : D A S W I R *)

Sertifikasi guru sebagaimana yang diamanatkan Undang Undang No. 14 Thaun 2005 tentang Guru dan Dosen, tengah konsen dilakukan pemerintah seiring dengan keluarnya Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan guru.

Kesejahteraan guru adalah kata ’sakral’ bagi pengelola bangsa ini. Saking sakralnya ketika kata ini disuarakan oleh abdi negara yang selama ini telah dianugerahi gelar “pahlawan tanpa tanda jasa” para pejabat negeri ini hanya saling pandang dan senyum kecut.

Kita tidak memungkiri telah ada usaha setengah hati dari pemerintah sebagai usaha yang katanya untuk mensejahterakan guru yaitu dengan memberlakukan Sistem Kenaikan Pangkat tersendiri. Dan setelah lebih satu dekade berjalan, kenyataannya yang namanya kesejahteraan guru masih jauh dari harapan. Permasalahan baru pun muncul yaitu menumpuknya guru dalam pangkat IV a. Apalah artinya berpangkat jenderal kalau gaji cuma kopral.

Dan suatu terobosan baru yang berkiblat ke Amerika, Inggris dan Australia dilakukan pemerintah saat ini dengan melaksanakan Sertifikasi Guru. Sebuah langkah kuda (bisa maju – bisa mundur) yang tidak patut diacungi jempol. Kalaupun harus dilakukan tidakkah sebaiknya dimulai dari titik nol , yaitu dengan peningkatan kualitas LPTK dan rekrutmen guru baru.

Kita tidak sepenuhnya alergi dengan Sertifikasi yang katanya untuk mendapatkan guru yang bermutu. Tidak dapat disangkal memang untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi penerus bangsa ini salah satunya adalah adanya guru yang kompeten sebagai aktor utama dalam pendidikan.

Persoalaannya sekarang, apakah dengan melakukan sertifikasi yang dipaksakan kepada seluruh guru adalah suatu solusi yang jitu. Di awal pelaksanaannya sekarang kita tidak dapat menutup mata bahwa guru-guru yang melengkapi bahan sertifikasi belum sepenuhnya orang yang tepat . Ini terlihat dari kriteria perangkingan seperti masa kerja, umur, golongan, dst.

Kendati tidak melakukan penelitian, adalah suatu hukum alam yang mutlak terjadi bahwa orang yang sudah berumur dan hampir pensiun mepunyai etos kerja yang menurun. Tidak dapat dibayangkan, kalaulah orang-orang yang telah memperoleh penghasilan lebih tidak dapat dituntut bekerja optimal, apalagi guru biasa yang belum memperoleh sertifikat pendidik. Dengan sendirinya di sekolah akan terjadi diskriminasi antar guru yang jelas akan mempunyai pengaruh terhadap peserta didik.

Jangankan ke depan, sekarang pun dampaknya telah terasa langsung terhadap kelancaran PBM. Untuk melengkapi bahan-bahan sertifikasi dalam rentang waktu yang sangat ketat, tugas mengajar pun terlalaikan.

Kalaulah pemerintah dan DPR beritikad baik untuk meningkatkan kesejahteraan guru, tidakkah sebaiknya dilakukan kenaikan gaji secara bertahap.

Dengan hitungan matematika sederhana, sertifikasi guru yang diharapkan rampung tahun 2015 sebagaimana rambu yang ada dalam UU Guru dan Dosen masih mempunyai rentang waktu 8 tahun dari sekarang. Dengan mengambil patokan gaji guru golongan III misalnya Rp. 4 juta yaitu naik Rp. 2,4 juta dari gaji sekarang, kenaikan dapat dilakukan sebesar Rp. 300 ribu setiap tahunnya. Ini pelajaran matematika bagi yang pernah belajar di SD.

Kiranya pemerintah tidak lagi perlu mengeluarkan kost yang begitu besar untuk yang program sertifikasi . Seluruh guru akan merasa diperhatikan secara adil tanpa pilih bulu, yang akan menumbuhkan roh baru bagi dunia pendidikan negeri ini.

Tulisan ini hanyalah sebuah gonggongan, kendati kafilah berlalu setidaknya dapat sedikit mengusiknya…!

*) Penulis adalah Alumni dan Guru SMA Negeri 1 Gunung Talang

1 komentar:

  1. Penulis adalah alumni SMA Gunung Talang dengan Tahun kelulusan 1989. Beliau Cerdas

    BalasHapus